Selasa, 08 November 2011

soteorologi


PENDAHULUAN
               Panggilan untuk mencapai hidup kekal atau “Theosis” itu harus dilalui manusia melalui ujian Iman kepada Allah yang dinyatakan dalam  ketaatan terhadap perintah-perintah-Nya,sehingga kelihatanlah  potensi moral manusia yang  bersumber dari  rahmat (kasih karunia) itu dapat berkembang  dan bergerak menuju tujuan akhirnya. Dan ujian itu dinyatakan dalam larangan Allah agar manusia tidak memakan  “buah pohon pengetahuan yang baik dan jahat” (Kej 2:17). Ujian ini menentukan nasib manusia. Karena jika gagal manusia akan runtuh dalam maut dan kebinasaan, mengalami disintegrasi dari tujuan akhir penciptaannya. Namun jika berhasil, hidup kekal (Theosis) itulah yang akan didapatkannya. Allah mengetahui dilema dan resiko yang dihadapi oleh kehendak bebas manusia sebagai wujud diciptakan menurut  Gambar dan Rupa-Nya itu. Oleh karena itu Allah memperingatkan manusia sebelumnya, mengenai akibat pelanggaran jika dilakukan, dan akibat ketaatan jika dijalankan.

Kej 2:17 …pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu jangan kau makan buah
                   nya, sebab PADA HARI engkau memakannya pastilah engkau mati.

                “PADA  HARI” manusia melanggar perintah Allah dengan memakan buah terlarang itu sajalah “mati” itu diancamkan pada manusia. Sehingga jika manusia tidak pernah makan buah pohon itu, bearti manusia tidak akan pernah mati. Jadi manusia pertama itu masih dalam keadaan “potensial”, yaitu potensial untuk hidup kekal atau potensial untuk binasa. Dia harus memilih persimpangan jalan yang dihadapi oleh kodratnya itu. Manusia masih dapat bertumbuh ke dalam “Theosis”  atau jatuh ke dalam “kebinasaan dan kematian” Kodrat manusia itu memang diciptakan baik, namun belum sempurna. Allah telah memperingatkan  akibat-akibat pelanggaran atau ketaatan manusia. Kejatuhan manusia itu bukan direncanakan Allah, namun sudah diketahui Allah sebelumnya sebagai resiko diciptakan menurut  Gambar Allah yang memiliki kehendak bebas. Jadi kejatuhan manusia terjadi justru karena pelanggaran dan ketidak-taatannya sendiri dalam menuruti peraturan dan perintah Allah.
                 Dari data di atas, jelas bahwa tujuan hidup kekal dengan Kemuliaan Allah, yaitu hasil akhir keselamatan, bukan baru diadakan karena adanya dosa, namun dari semula itulah tujuan manusia diciptakan. Tetapi karena pelanggarannya, kodrat manusia berjalan menukik ke bawah ke dalam kematian. Itulah sebabnya manusia sekarang  dalam keberadaan “hamartia” (meleset dari sasaran), baik sasaran kodrat keterciptaannya maupun sasaran moral. “Kemelesetan-sasaran” kodrat itu berwujud kematian fisik yang bersumber dari kematian roh (Ef 2:1 Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran- pelanggaran dan dosa-dosamu). Karena “tubuh tanpa roh itu mati”(Yak 2:26), berarti roh itu sumber kehidupan tubuh. Padahal tubuh sebelumnya akan hidup kekal jika manusia tidak jatuh, yang bearti roh itu seharusnya mempunyai kuasa hidup yang dapat menghidupkan terus menerus. Namun fakta bahwa tubuh sekarang dapat mati, berarti roh tidak sanggup lagi memberikan hidup. Berarti roh itu sendiri sedang sekarat, yaitu tak  mempunyai daya hidup, meskipun  roh itu sendiri tak dapat punah atau binasa seperti tubuh (Mat 10:28). Karena daya hidup roh yang memberikan kekekalan itu sumbernya  dari hidup Ilahi, maka sesudah jatuh itu berarti roh manusia terputus dari hidup Ilahi itu sendiri. Manusia sekarang menjadi lapuk dan fana, serta takluk pada kebinasaan dan maut, serta membusuk jadi tanah. Derita, duka, dan kematian itulah yang menjadi nasib manusia sejak saat itu. Karena “upah dosa (hamartia) itu adalah maut” (Rom 6:23). Keadaan ini kita warisi dari nenek moyang kita, yang oleh Gereja Timur dikenal sebagai “hamartia (kemelesetan) nenek moyang” atau dalam Gereja Barat disebut sebagai “Dosa Asal/Dosa Waris”

                 Doktrin Dosa Asal atau Dosa Waris itu tak bearti kita menanggung “kesalahan Adam”. Kesalahan Adam itu ditanggung Adam sendiri, karena “anak tak akan turut menanggung dosa ayahnya” (Yeh 18:20), namun akibatnya, yaitu kelapukan, kefanaan, kebinasaan, kehilangan hidup kekal, yaitu terpisah dari Allah, derita, duka, kesakitan, dan akhirnya kematian itulah yang diwariskan kepada manusia tak peduli apa agamanya atau bangsanya.



KESELAMATAN (SOTERIOLOGI)
  
“Kata soteriologi berasal dari dua kata Yunani yaitu: Soteria dan logos. Soteria berarti keselamatan dan logos berarti perkataan atau firman. Jadi secara singkat istilah ini berarti kata-kata mengenai keselamatan.”[1] Kata keselamatan (Ibr. ‘Yasha’, Yunani ‘soteria’) paling sering digunakan untuk pembebasan atau penjagaan dari seluruh bahaya-bahaya rohanian atau berkat-berkat rohani. Salah satu contoh

II Kor.7:10 Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian. Keselamatan sebagai ganti kebinasaan.;

Di dalam Yudaisme (agama orang Yahudi) keselamatan bagi mereka diartikan sebagai yang kelak akan dikaryakan oleh Mesias jika Ia datang nanti. Keselamatan ini meliputi keselamatan politik, bangsa dan agama. Pengharapan ini dilatarbelakangi oleh keadaan orang Yahudi pada waktu itu yang menjadi jajahan Romawi, sehingga mereka sangat mengharapkan pembebasan dari tindakan penjajahan secara fisik.

            Jika dilihat keselamatan dari segi waktu, maka keselamatan itu mempunyai fase yang berbeda-beda, yakni;

“1. Masa lampau (II Tim.1:9 → Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman)

2. Masa kini/sekarang (Yak.1:21 → Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkjan jiwamu). Sekarang kita dapat mengalami kuasa kelepasan dari kuasa dosa, pencobaan Iblis dan daya tarik dunia . Dan kita secara terus menerus dikuduskan, bertumbuh dalam segala yang baik, bertumbuh semakin serupa dengan Kristus. Bahkan kita sudah boleh merasakan berkat-berkat, karunia-karunia dari sorga (Ibr.6:3-5).

3. Masa yang akan datang (Rom.13:11 → Hal ini harus kamu lakukan, karena kamu mengetahui keadaan waktu sekarang, yaitu bahwa saatnya telah tiba bagi kamu untuk bangun dari tidur. Sebab sekarang keselamatan sudah lebih dekat bagi kita dari pada waktu kita menjadi percaya) Pada masa yang akan datang kita menerima penebusan tubuh kita, menerima kesempurnaan dan kemuliaan (Flp.3:20-21), yaitu pada saat Kristus datang kembali (Gal.1:4)”[2]

Perbandingan keselamatan dalam agama non Kristen
“1.Islam
Dalam agama Islam kita mendapatkan bahwa keselamatan atau hidup yang dapat diperkenankan Allah, jika kita dengan tekun menjalankan 5 jalan perbuatan yang diwajibkan:
  1. Melakukan sunat
  2. Melakukan sholat 5 waktu
  3. Melakukan amal
  4. Melakukan perjalanan naik haji
  5. Melakukan puasa
2.Budha
Dalam agama Budha kita mendapatkan bahwa Nirwana dicapai dengan 8 jalan perbuatan:
  1. Pandangan yang benar
  2. Niat yang benar
  3. Perilaku yang benar
  4. Penghidupan yang benar
  5. Usaha yang benar
  6. Pemusatan pikiran yang benar
  7. Ingatan yang benar
  8. Bicara yang benar

3. Konfusius
Dalam ajaran Konfusius ajaran perbuatan sangat menonjol. Karena memang ajaran ini sangat bersifat etis. Manusia harus begini dan begitu supaya hidupnya selaras dengan jalannya alam semesta.”[3]

Dosa adalah masalah keberadaan manusia, maka tidak dapat diselesaikan dengan perbuatan. Tetapi harus melalui penciptaan baru keberadaan manusia itu dapat diubah. “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang. (II Kor. 5:17). Keberadaan manusia telah menjadi pohon dosa, yang selalu membuahkan dosa dalam hidupnya. Harus dimatikan pohon dosa tersebut dan diciptakan yang baru supaya menghasilkan buah yang baru dan bukan dosa.


KESELAMATAN KARENA IMAN DAN PERBUATAN

Iman bukanlah hasil usama manusia (yang ingin beriman), tetapi semata-mata anugerah Tuhan (Rom.12:3; Ef.2:8). Itulah anugerah untuk percaya kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai satu-satunya jalan, satu-satunya kebenaran dan satu-satunya kehidupan (Yoh.14:6). Semata-mata anugerah sehingga dikatakan sebagai kelahiran baru (Yoh.3:1-8). Oleh karena secara mutlak tidak ada andil dari manusia (I Kor.2:9-16; Ef.2:8-9). Jikalau iman hanya ada di dalam sangkut pautnya dengan keselamatan di dalam Tuhan Yesus Kristus, maka iman bukan alat untuk mendapatkan apa yang manusia inginkan.

Alkitab diwahyukan khusus untuk maksud tersebut. Iman yang dianugerahkan harus menjadi tindakan (Yak.2:17), dan tindakan iman ‘act of believing’ yang sejati hanya ada dalam sangkut pautnya dengan Firman Allah. “Tindakan iman yang sejati adalah respons terhadap kebenaran Firman Allah, tidak ada yang lain.”[4]

          Rom.4:1-25 menjelaskan bahwa tindakan Abraham merupakan respons terhadap Firman Allah dan kehendak Allah yang ia sudah kenal. Oleh karena itu apa yang ia lakukan benar-benar tindakan iman. Meskipun ia tidak mengenal secara detail dari apa yang ia alami, ia tidak ragu-ragu untuk mematuhi perintah Allah karena ia sudah kenal bahwa Allah adalah Allah yang dengan FirmanNya menjadikan apa yang tidak ada menjadi ada dan Allah yang selalu menepati janji.
          Iman adalah respons terhadap Firman Allah. Iman tidak pernah dalam kevakuman Firman Allah. Bohong kalau ada orang yang berkata ia orang beriman tanpa tahu apa yang ia percayai (II Tim.1:12). Seorang tidak dapat melakukan tindakan iman dan memikul beban kehidupan tanpa mengenal Dia (Mat.11:29).


Salah satu unsur  utama dalam agama-agama Abrahamik (Yahudi, Kristen, dan Islam) adalah "keselamatan". Setidaknya ada empat kategori "keselamatan" yang  baik disadari maupun tidak disadari dianut oleh para anggota ketiga agama Abrahamik tersebut.

1. Eksklusivisme. Orang-orang yang termasuk ke dalam kategori ini adalah mereka yang menganggap bahwa hanya para anggota kelompok agama merekalah yang akan diselamatkan. Pandangan ini didasarkan pada keyakinan bahwa hanya kepercayaan atau agama merekalah yang benar sedangkan kepercayaan atau agama lainnya salah. Yang diselamatkan hanyalah mereka yang secara terang-terangan mengakui imannya ketika hidup di dunia.

2. Inklusivisme. Orang-orang yang termasuk ke dalam kategori ini adalah mereka yang menganggap bahwa anggota kepercayaan atau agama lainnya masih bisa memperoleh keselamatan, tetapi berdasarkan kepercayaan atau agama saya. Orang yang memeluk kepercayaan atau agama lain mungkin tidak memperoleh keselamatan ketika masih hidup, tetapi mereka masih memiliki "kesempatan kedua" untuk diselamatkan setelah kematiannya. Artinya, mereka dapat diselamatkan di alam baka. Orang-orang yang berpandangan secara inklusif memiliki keyakinan bahwa para penganut kepercayaan atau agama lain dapat juga diselamatkan karena kepercayaan atau agama yang mereka anut juga mengajarkan hal-hal baik sebagai modal untuk memperoleh keselamatan di alam baka.

3. Pluralisme. Orang-orang yang menganut kategori ini meyakini bahwa para penganut kepercayaan atau agama lain dapat diselamatkan melalui kepercayaan atau agama yang mereka anut. Namun, tidak semua orang dari kepercayaan atau agama lain dapat diselamatkan, jika mereka tidak mengamalkan kepercayaan atau agama mereka secara baik.

4. Universalisme. Orang-orang yang termasuk ke dalam kategori ini meyakini bahwa semua orang akan mengalami kematian. Dan pandangan ini terbagi atas dua jenis:

a. Semua orang akan diselamatkan, tidak peduli pada  kepercayaan atau agama yang dianutnya.
b. Tidak ada seorang pun yang akan diselamatkan karena tidak seorang pun yang perlu diselamatkan oleh dan dari apa atau siapa pun.









KESIMPULAN
Allah sudah menyediakan keselamatan di dalam Kristus. Ini Adalah kehendak Allah sendiri bagi umatNya agar mereka tahu dan yakin bahwa mereka mempunyai jaminan keselamatan (I Yoh. 5:13)

          Namun demikian tidak berarti kita dengan begitu saja menganggap kepastian keselamatan itu tanpa disertai oleh realitas konkrit keselamatan itu dari dan dalam hidup kita. Itulah sebabnya Paulus menasehati kita untuk menguji, menyelidiki diri kita sendiri dalam penerimaan kita akan Yesus Kristus dalam hidup kita (II Kor.13:5).






[1] _____, Kamus Alkitab
[2] ______, Alkitab Penuntun
[3] Prof. DR. Pdt. Kristiyanto. Diktat SGI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar