Minggu, 20 November 2011

SUMBANGSIH CARA PENGAJARAN TUHAN YESUS MENURUT INJIL MATIUS 7:24-29 BAGI GURU PAK MASA KINI


BAB SATU

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Hingga dewasa ini perubahan menuju peningkatan sumber daya manusia masih selalu diupayakan oleh berbagai bangsa juga oleh bangsa Indonesia. Perubahan yang dihasilkan melalui pendidikan merupakan akibat dari proses pendidikan yang menyatukan berbagai aspek sehingga dapat tercipta peningkatan yang maksimal. Salah satu aspek penting yang menentukan peningkatan perubahan yang terjadi yaitu guru. Hal ini disebabkan guru memiliki pengaruh yang sangat positif terhadap peningkatan sumber daya manusia pada umumnya. Secara khusus tugas seorang guru yaitu mengajar seseorang untuk memahami sesuatu yang belum dipahami. Membahas tentang guru secara umum tentunya membahas tentang segala hal yang terkait dengan kegiatan seorang guru.
Pendapat Jance Belandina Non-Serano tentang beberapa peran guru dalam kegiatan proses belajar yaitu: “Pertama, Guru sebagai perancang pengajaran. Kedua, sebagai pegelola pengajaran. Ketiga, Guru sebagai penilai prestasi belajar peserta didik.”[1] Berdasarkan pandangan tersebut maka dapat diungkapkan bahwa kegiatan seorang guru mencakup berbagai peran. Sebagai perancang dan pengelola pengajaran maka seorang guru perlu memiliki kompetensi dan integritas sebagai seorang guru.
Membahas tentang mengajar sebagai hal yang penting bagi seorang guru, maka menurut Ahmad Rohani suatu pengajaran akan berjalan dengan baik apabila seorang guru “mampu mengubah peserta didik dalam arti yang luas serta mampu menumbuhkembangkan kesadaran peserta didik untuk belajar, sehingga pengalaman yang diperoleh peserta didik selama terlibat dalam proses pengajaran dapat dirasakan manfaatnya secara langsung bagi perkembangan pribadinya.”[2] Membahas tentang cara pengajaran maka perlu untuk dipahami bahwa pengajaran merupakan suatu perangkat proses, yang digunakan oleh seorang guru dalam mengubah dan memajukan siswa. Dapat diungkapkan pula bahwa cara dan kegiatan seorang guru perlu dikemas sedemikian rupa sehingga terbentuk menjadi suatu model pembelajaran yang sistematis dan berkualitas.
Membahas tentang cara mengajar, maka melalui skripsi ini penyusun ingin mengungkapkan tentang cara  Tuhan Yesus  mengajar menurut injil Matius 7:24-29. Sehubungan dengan itu, penyusun ingin  cara pengajaran yang dilakukan Tuhan Yesus dapat disumbangkan bagi guru pendidikan Agama Kristen karena terdapat banyak hal yang patut diteladani.
  Menurut pengamatan dan pengalaman dapat dikemukakan bahwa akhir-akhir ini cukup banyak guru Pendidikan Agama Kristen yang tidak setia menjalankan tugasnya dan lupa akan panggilannya. Ditinjau dari segi kompetensi guru. Banyak guru yang enggan meningkatkan kemampuannya bahkan dapat dikatakan mengalami kemunduran karena kurangnya motivasi untuk menjadi maju dan berkualitas. Hal demikian dapat dilihat dengan adanya guru-guru yang masih melaksanakan pengajaran dengan pola lama dengan bergantung pada satu-dua buku sumber tanpa buku-buku referensi sebagai penunjang. Bahkan ada yang hanya dengan mengunakan lembar kerja siswa yang dibeli, bukan karya sendiri. Masih juga sering didapati soal-soal ujian atau tes akhir semester Pendidikan Agama Kristen yang belum mengacu pada sistim penilaian sesuai kurikulum yang baru. Ditinjau dari segi integritas guru, penyusun prihatin dengan apa yang terjadi dilapangan bahwa masih banyak dijumpai guru-guru Pendidikan Agama Kristen yang tidak seiya sekata sehingga dirinya tidak mampu menjadi teladan bagi anak didiknya. Dengan tidak dimilikinya integritas seorang guru serta tingkat kompetensi yang relatif rendah, penyusun berpendapat bahwa guru yang demikian pengajarannya tidak akan berhasil membawa anak didiknya menuju pada perubahan yang diharapkan.
Dengan didasari akan keperihatinan seperti tersebut diatas penyusun berpendapat apabila pengajaran Tuhan Yesus menurut Injil Matius 7:24-29 dipahami dan diteladani akan dapat memberikan sumbangsih bagi guru Pendidikan Agama Kristen berkaitan dengan kompetensi dan integritas guru. Sehubungan dengan itu, penyusun  memilih judul untuk skipsi ini  “SUMBANGSIH CARA PENGAJARAN TUHAN YESUS MENURUT INJIL MATIUS 7:24-29 BAGI GURU PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN MASA KINI”.

B. Alasan Pemilihan Judul

Penyusun memilih judul SUMBANGSIH CARA PENGAJARAN TUHAN YESUS MENURUT INJIL MATIUS 7:24-29 BAGI GURU PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN MASA KINI dengan alasan bahwa:
  1. Cara Pengajaran Tuhan Yesus dalam kitab Injil Matius 7:24-29 terdapat contoh-contoh keteladanan bagi guru PAK masa kini, agar Guru PAK profesional di bidangnya, sekaligus sebagai guru yang mampu memberikan keteladanan dalam kehidupannya.
  2. Walaupun dalam melakukan pengajaran-Nya Tuhan Yesus tidak didukung oleh sarana prasarana yang memadai, namun Tuhan Yesus melakukan pengajaran dengan kreatif, efesien, dan menyenangkan. Keterampilan mengajar seperti tersebut patut diteladani oleh guru Pendidikan Agama Kristen dalam pelaksanaan pembelajaran  masa kini.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai penyusun dalam penelitian ini yaitu:
  1. Untuk mengetahui cara Tuhan Yesus mengajar menurut Injil Matius 7:24-29.
  2. Untuk memberikan sumbangsih bagi guru pendidikan Agama Kristen sehingga dalam pengajarannya kreatif, efesien, inovatif, menyenangkan, dan tujuan pembelajarannya dapat tercapai.

D. Batasan Masalah
           
Agar pembahasan dalam penyusunan skripsi ini tidak meluas, dan supaya dapat mencapai sasaran, maka penyusun akan membatasi penelitian dalam skripsi ini pada cara pengajaran Tuhan Yesus berdasarkan Injil Matius 7:24-29. Sedangkan bagian lain yang juga tertuang dalam pembahasan penelitian untuk penyusunan skripsi ini merupakan bahan referensi untuk melengkapi pokok pembahasan.

E. Perumusan Masalah
           
Berdasarkan latar belakang dan tujuan penyusunan skripsi ini, penyusun mencoba membuat suatu rumusan masalah yaitu: “Sumbangsih apakah yang dapat diperoleh oleh guru PAK masa kini dari cara Tuhan Yesus mengajar menurut kitab Injil Matius 7:24-29”?

F. Defenisi Istilah

            Ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan dalam penulisan skripsi ini, sehingga tidak menimbulkan salah pengertian oleh pembaca, istilah-istilah dimaksud yaitu:
F.1. Sumbangsih
Sumbangsih berarti sokongan yang berwujud (karangan, uang, dsb)[3]
Sumbangsih yang penyusun maksudkan disini ialah bahwa pengajaran Tuhan Yesus dalam Injil Matius 7:24-29 dapat memberikan kontribusi bagi guru dan pembelajaran Pendidikan Agama Kristen.
           
F.2. Cara

Menurut kamus bahasa Indonesia, cara berarti jalan yang harus ditempuh atau usaha yang dipilih.[4]

F.3. Pengajaran

            Pengajaran berarti cara atau (perbuatan dsb) mengajar atau mengajarkan, juga berarti perihal mengajar, segala sesuatu mengajar.[5] Jadi maksud penyusun dalam skripsi ini yaitu penyusun akan menyoroti pengajaran Tuhan Yesus dalam Injil Matius 7:24-29 tidak hanya cara atau metode, tetapi segala sesuatu yang berkaitan dengan perihal pengajaran.

            F.4. Tuhan

Kata Tuhan dalam kamus besar Bahasa Indonesia berarti: sesuatu yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai Mahakuasa, Mahaperkasa. Dengan kata lain Tuhan berarti sesuatu yang dianggap sebagai Tuhan.[6] Dalam Alkitab Kata Tuhan memiliki pengertian tersendiri. Perjanjian Lama menterjemahkan kata Tuhan dari bahasa Ibrani dengan beberapa pengertian. Elohim berarti kekuatan atau tenaga.[7] Selain itu TUHAN yang diterjemahkan dari bahasa Ibrani yaitu YHWH atau Jehovah ini Nama diri Allah.[8] Bagi bangsa Israel Nama YAHWEH merupakan sebutan yang istimewa yang sulit dilukiskan dengan kata-kata manusia. Sehingga untuk menyebut Nama Allah yang istimewa tersebut maka bangsa Israel menyebut dengan sebutan Adonay yang berarti “Tuhan atas segala tuan”

            F.5. Yesus

Yesus dalam kata Yunani dengan kata  Ἰησοῦς (Iesous) artinya Yesus atau Yosua dan dalam Perjanjian Baru Nama ini disebut sebanyak 1374 kali. Arti Kata Yesus adalah “Yahweh adalah juruselamat”[9]

            F.6. Guru Pendidikan Agama Kristen

            Guru dalam pengajaran PAK berperan sebagai salah satu penolong pribadi peserta didik untuk berkembang sesuai yang sudah direncanakan oleh Allah dalam hidup mereka. Guru adalah seorang profesional dalam bidangnya dengan tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik dengan sumber pengajarannya adalah Alkitab.
Menurut Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen adalah “pendidikan yang diberikan baik pada pelajar muda dan tua memasuki persekutuan iman yang hidup dengan Tuhan sendiri dan oleh serta dalam dia, mereka terhisap pada persekutuan jemaatNya yang mengakui dan memuliakan namaNya di segala waktu dan tempat.”[10]
            Adapun Robert R. Bochlke memberikan kontribusi  bagi dunia pendidikan Kristen dengan mengatakan bahwa pendidikan agama Kristen adalah usaha gereja dengan sengaja menolong orang dari segala umur yang dipercayakan kepada pemeliharaanNya untuk menjawab pertanyaan Allah dalam Yesus Kristus.
            Dari pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa, Guru Pendidikan Agama Kristen adalah seorang yang membantu peserta didik berkembang untuk memasuki persekutuan iman dengan Tuhan Yesus sehingga menjadi pribadi yang bertanggungjawab baik kepada Allah maupun kepada manusia.


G. Metodologi Penelitian

            Dalam penyusunan skripsi ini, penyusun menggunakan metode penelitian studi kepustakaan dengan meneliti ayat-ayat Alkitab khususnya Injil Matius 7:24-29  dan buku-buku pustaka lainnya yang sesuai dengan topik pembahasan tentang pengajaran Tuhan Yesus. Bila penyusunan penelitian skripsi ini dijumpai bagian-bagian kitab suci lain selain kitab Injil Matius 7:24-29, maka hal tersebut merupakan bahan referensi yang berkaitan erat dengan penelitian untuk penyusunan skripsi ini.

H. Sistematika Penulisan
HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING
HALAMAN PENGESAHAN LEMBAGA PENDIDIKAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I  PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
            B. Alasan Pemilihan Judul
            C. Tujuan Penelitian
            D. Batasan Masalah
            E. Perumusan Masalah
            F. Defenisi Istilah
            G. Metodologi Penelitian
            H. Sistematika Penulisan
BAB II PEMAHAMAN CARA GURU PAK DALAM PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
A.    Guru Pendidikan Agama Kristen
B.     Pengajaran Pendidikan Agama Kristen
C.     Pentingnya Pengajaran Pendidikan Agama Kristen
D.     Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen
E.     Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PAK
BAB III INJIL MATIUS
A.     Mengenal Injil Matius
B.      Penulis Injil Matius
C.     Waktu dan Tempat Penulisan
D.    Maksud dan Tujuan Penulisan
E.      Survei
F.      Ciri-ciri Khas

BAB IV CARA PENGAJARAN TUHAN YESUS BERDASARKAN INJIL MATIUS 7:24-29
A.    Karakter  Tuhan Yesus
B.      Metode Pengajaran Tuhan Yesus
C.      Media Pengajaran Tuhan Yesus
D.    Yesus Mengajar Dengan Kuasa

BAB V SUMBANGSIH CARA PENGAJARAN TUHAN YESUS BAGI GURU PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
IV.1. Memberikan Keteladanan Dalam Hal Integritas Bagi Guru PAK
            IV.2. Memberikan Keteladanan Dalam Pengelolaan Kelas
                        IV.2.1. Sistematika Pengajaran
IV.2.2. Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efesien dan Menyenangkan (PAIKEM)
            IV.3. Memberikan Keteladanan Dalam Menggunakan Metode
            IV.4.Memberikan Keteladanan Dalam Menggunakan Media            IV.4.Memberikan Keteladan Dalam Mengajar Dengan Kuasa
BAB V PENUTUP
            V.1. Kesimpulan
            V.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA










BAB DUA

PEMAHAMAN CARA PENGAJARAN GURU PAK DALAM PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

            Pengajaran merupakan serangkaian kegiatan yang diusahakan bersama oleh guru dan muridnya. Di mana guru sebagai pengajar dan anak didik sebagai pembelajar (belajar). Istilah pengajaran dalam bahasa inggris adalah instruction seperti yang diungkapkan Romiszowski (1981:4) menunjuk pada proses pengajaran berpusat pada tujuan atau goal direction teaching proses yang dalam banyak hal dapat direncanakan sebelumnya. Karena tujuan dari proses tersebut, maka proses belajar yang terjadi adalah proses perubahan perilaku dalam konteks pengalaman yang memang sebagian besar telah dirancang. Jadi, pengajaran (instruction) ialah proses pembelajaran yang membuat orang melakukan proses belajar sesuai dengan rancangan.
Pengajaran Pendidikan Agama Kristen dimaksudkan untuk meningkatkan potensi spiritual dan membentuk orang agar menjadi manusia yang beriman dan taat kepada Tuhan dan berahklak mulia, mencakup etika, budi pekerti dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Peningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman dan penanaman nilai-nilai keagamaan serta pengenalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif  kemasyarakatan.

A. GURU PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
Guru PAK memegang peranan penting dalam pembinaan   dan  pembentukan kepribadian yang beriman kepada Tuhan Yesus melalui Pendidikan Agama Kristen. Peranan guru di sini adalah mengajarkan teori tentang nilai-nilai yang harus diterapkan siswa untuk memiliki kepribadian yang beriman kepada Yesus. Kemudian, guru juga berperan memberi contoh dan teladan dalam menerapkan nilai-nilai yang diajarkannya tersebut. Dengan demikian, siswa dapat meneladaninya. Selain itu, sebagai seorang pembina, guru juga harus memantau dan mengawasi siswanya dalam menerapkan nilai-nilai kristiani yang telah diajarkannya.
1.      Pengertian Guru Pendidikan Agama Kristen

Guru PAK adalah seorang profesional dalam bidangnya dan sumber pengajarannya adalah Alkitab. Homrighausen dalam bukunya pendidikan agama Kristen, menegaskan bahwa guru PAK adalah menjadi:[11]
1.      Penafsir iman. Dialah yang menguraikan dan menerangkan kepercayaan Kristen itu. Ia harus dapat mengambil dari penyataan Tuhan dalam Yesus Kristus sebagaimana tertulis dalam Alkitab kepada para peserta didiknya.
2.      Gembala bagi peserta didiknya. Ia bertanggung jawab atas hidup rohani mereka; ia wajib membina dan memajukan hidup rohani mereka.
3.      Pedoman dan pemimin. Ia hendaknya menjadi teladan yang menarik orang kepada Kristus, mencerminkan Kristus dalam sejarah pribadinya. Ia tidak boleh memaksa peserta didiknya untuk masuk kedalam kepercayaan Kristen, melainkan membimbing mereka dengan halus dan lemah lembut.
4.      Penginjil. Ia bertanggung jawab atas penyerahan diri setiap peserta didiknya kepada Yesus. Artinya peserta didik menjadi murid Tuhan Yesus yang taat dan setia kepadaNya.

Di dalam Sistem Pendidikan Nasional, guru PAK  memiliki kedudukan sama dengan guru-guru bidang studi atau mata pelajaran. Guru PAK harus profesional dibidangnya dan berkewajiban memberi keteladanan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.

2.      Kompetensi Guru Pendidikan Agama Kristen

Menurut Peraturan Pemerintah  Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional pasal 28, pendidik adalah agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.[12] Dalam konteks itu, maka guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab.
Guru PAK sebagai bagian dari profesi pendidik, juga harus memiliki keempat kompetensi tersebut. Namun, sebagai guru khusus dalam mata pelajaran pendidikan agama Kristen, maka selain keempat komponen tersebut, guru PAK harus memiliki kompetensi sipritual. Kelima kompetensi tersebut ialah:[13]

1.      Kompetensi Pedagogik

Pedagogik merupakan kajian pendidikan. Secara etimologi berasal dari kata Yunani “paedos”, yang berarti anak laki-laki dan “agogos” artinya mengantar, membimbing. Jadi pedagogik secara harfiah berarti pembantu anak laki-laki pada jaman Yunani kuno, yang pekerjaannya mengantarkan anak majikannya ke sekolah. Kemudian secara kiasan, pedagogik ialah seorang ahli, yang membimbing anak ke arah tujuan hidup tertentu.[14] Pedagogik merupakan suatu teori yang secara teliti, kritis dan objektif mengembangkan konsep-konsepnya mengenai hakekat manusia, hakekat anak, hakekat tujuan pendidikan serta hakekat proses pendidikan
Jadi, kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran yang mendidik, dialogis, dan berkenaan dengan pemahaman peserta didik meliputi: pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasi berbagai potensi yang dimilikinya.
2.      Kompetensi Kepribadian Guru PAK

Kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.

3.      Kompetensi Profesional Guru PAK

Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran atau bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan isi materi kurikulum mata pelaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar pendidikan nasional. Selain itu,  dalam keprofesionalnya guru PAK harus memiliki kualifikasi lulusan Strata satu jurusan S1 PAK dari sekolah tinggi teologi (STT) serta memiliki sertifikasi guru.

4.       Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

5.      Kompetensi Spiritual
Spiritualitas adalah gaya hidup seorang guru PAK sebagai hasil pemahamannya tentang Allah secara utuh. Hal ini dikemukakan mengingat bahwa tugas mendidik bukanlah pekerjaan yang hanya bersifat teknis dan mekanistik. Guru dan peserta didik adalah insan yang memiliki aspek spiritual. Untuk itu spiritualitas guru PAK harus memiliki kepercayaan dan beriman kepada Tuhan Yesus, mengalami buah-buah iman, mengintegrasikan iman dalam kehidupan sehari-hari, mengupayakan pertumbuhan rohani, bertindak dan melayani.
Berdasarkan pengertian di atas, maka Kompetensi Guru PAK adalah suatu ukuran dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan agar layak untuk menduduki jabatan fungsionalnya sesuai bidang tugas, kualifikasi, dan jenjang pendidikan. Standar Kompetensi Guru PAK bertujuan untuk memperoleh acuan dalam pengukuran kinerja guru untuk mendapatkan jaminan kualitas guru dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran.


B. PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

Pengajaran pendidikan agama Kristen berpangkal pada sebuah persekutuan antara Allah dengan manusia. Hal ini terlihat jelas ketika Allah menciptakan manusia pertama yaitu Adam dan Hawa yang ditempatkan di taman Eden. Adam dan Hawa mengenal siapakah Dia yang menciptakan mereka. Allah memelihara hidup mereka berdua tanpa kekurangan suatu apa pun juga. Persekutuan semacam ini membawa mereka kepada pengenalan akan Dia dan beriman kepada-Nya. Hal ini berkelanjutan dalam kehidupan umat Tuhan melalui generasi-generasi berikutnya yaitu bangsa Israel sampai kepada bangsa-bangsa yang percaya kepadaNya.

1.      Pengajaran Menurut Alkitab

Allah memanggil orang percaya dalam persekutuan dengan Anak-Nya Yesus Kristus supaya memiliki iman percaya kepadaNya. Setiap orang yang sudah beriman kepada Yesus berkewajiban untuk membagikan iman tersebut agar orang yang belum percaya beroleh pengenalan akan Dia. Pengajaran akan hal ini sangatlah penting karena “mengajar ialah menolong orang lain mempelajari sesuatu”[15]. Objek pengajarannya ialah Yesus, mengenal siapakah Dia dan beriman kepada sang guru Agung.
Pengajaran Kristen merupakan salah satu cara yang direncanakan Allah supaya manusia bisa mengetahui tentang diri-Nya. Guru PAK memiliki tanggung jawab dalam meneruskan pengajaran kebenaran-kebenaran tersebut. Kebenaran yang diajarkan terdapat dalam Alkitab dan Ia ingin agar disampaikan kepada semua orang. Dalam pelayanan mengajar Allah akan menolong setiap orang untuk menjadi guru agama Kristen sehingga dapat menolong orang lain menemukan kebenaran.
Kegiatan pengajaran PAK berorientasi dalam membagikan dan menerangkan kepada orang lain tentang hubungannya dengan Allah. Hal ini dilakukan untuk menolong peserta didik supaya berkembang dalam hidupnya bersama dengan Allah. Selain itu pengajaran harus menuntun peserta didik untuk mentaati Firman Allah. Di saat peserta didik taat, ia mempunyai hubungan yang benar dengan Allah.

a.      Pendidikan Agama Dalam Perjanjian Lama

Pendidikan agama dalam keluarga Yahudi berpusatkan dalam karya Allah dalam perjalanan kehidupan nenek moyang bangsa Israel. Mereka mendidik dengan membagikan kepada kaum muda cerita tentang peristiwa-peristiwa bermakna dalam sejarah iman umat  Israel. Di samping itu, terdapat juga pendidikan agama dengan mengikut-sertakan anak-anak dalam kebaktian mingguan dan tahunan yang memainkan peranan mutlak dalam kehidupan keluarga Yahudi.[16] Pertama-tama seluruh keluarga di didik lagi selama melaksanakan semua persiapan yang berkaitan dengan pelaksanaan perayaan hari Sabat. Pada malam hari Sabat, pelita dinyalakan. Perbuatan ini menunjukkan permulaan kebaktian khusus itu. Dalam acara malam itu Ayah akan menceritakan ulang kisah penciptaan dunia beserta seluruh isinya. Secara tak sadar, kaum muda belajar bagaimana dunia yang mereka kenal termasuk Adik/kakak dan Ibu/Ayah yang kekasih ada hanya karena kasih Sang Pencipta saja. Kedua, terdapat pendidikan melalui keterlibatan mereka dalam pelbagai pesta tahunan, khususnya hari raya paskah. Pada saat itu keluarga akan makan bersama, upacara tidak berlangsung dengan doa saja. Pengalaman makan bersama itu dihargai sebagai kesempatan bagi ayah untuk menjelaskan terjadinya peristiwa-peristiwa pokok dalam kehidupan umat Yahudi. Pengalaman belajar mengajar itu berjalan secara wajar. Salah seorang Anak bertanya, “ mengapa malam ini berbeda dari semua yang lainnya?” lalu Ayah memberi jawaban semacam kesaksian tentang anugerah Allah yang dialami umat Yahudi. Maknanya terutarakan dalam kitab Keluaran 12:24-27.
           
         Jadi, bukan hanya fakta-fakta keluaran dari Mesir saja yang di dengar lagi, melainkan identitas mereka sebagai bangsa terpilih sedang mendarah daging dalam diri setiap anggota keluarga. Iman bertumbuh berdasarkan usaha mengingat apa yang sudah dilaksanakan Tuhan. Itulah sebabnya peristiwa yang terjadi dalam pengalaman bangsa Yahudi perlu di ingat oleh setiap angkatan baru.

1.      Metode Pengajaran Pendidikan Agama Dalam Perjanjian Lama

Bangsa Israel memiliki tangung jawab yang berat sebagai umat pilihanTuhan dalam mengajarkan pendidikan agama. Disini orang Israel dituntut untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap kekuatan. Perintah ini harus diajarkan berulang-ulang dari generasi ke generasi dan ini menjadi tanggung jawab sang Ayah untuk mengajarkannya kepada anak-anaknya. Metode pengajaran yang digunakan antar lain adalah: metode menghafal (Ulangan 6:4-9; Amsal 22:6; Mazmur 119:11,105), membagikan cerita kepada kaum muda tentang peristiwa-peristiwa bermakna (Yosua 4:6-7; bnd Keluaran 12:24-27).
Sekolah-sekolah formal Yahudi menggunakan metode hafalan. Anak laki-laki ketika berumur 6 tahun, mereka mempelajari huruf-huruf Ibrani. Setelah itu mereka melanjutkan sekolah di Beth Talmud untuk mempelajari Taurat Lisan yang terdiri dari Misyna, Talmud dan Haggadah.[17] Mereka yang lulus di Beth Talmud inilah yang nantinya menjadi guru-guru di sekolah-sekolah Yahudi tingkat Dasar. Mula-mula mereka harus menghafal 22 abjad Ibrani, kemudian menghafal kata. Hal ini penting mengingat mula-mula bahasa Ibrani tidak mengenal huruf vokal.

2.      Media Pengajaran Pendidikan Agama Dalam Perjanjian Lama

Subjek persekutuan Allah dengan manusia (keturunan Adam dan Hawa) terus beralih dari masa ke masa. Hal ini terlihat ketika Allah memanggil dan memilih orang-orang tertentu untuk menjadi nenek moyang bangsa Israel.  Nenek moyang Israel yaitu Abraham, Ishak, dan Yakub. Mereka ini yang menjadi media untuk menceritakan tentang Allah  yang begitu luar biasa. Sebagai bapak-bapak dari bangsanya, mereka bukan saja menjadi imam yang merupakan pengantara Tuhan dengan umat-Nya, tetapi juga menjadi guru yang mengajarkan tentang perbuatan-perbuatan Tuhan dengan segala janjiNya yang membawa berkat kepada Ishak turun-temurun.

3.      Prinsip Pendidikan Agama Dalam Perjanjian Lama

Seluruh kebenaran adalah kebenaran Allah Kejadian1:1 Segala sesuatu telah dijadikan oleh Allah untuk tujuan supaya manusia mengenal Allah dan berhubungan denganNya. Cara Allah menyatakan diri adalah dengan: Wahyu Umum: Supaya orang menyadari dan mengakui keberadaan Allah melalui: Alam, sejarah, dan hati nurani manusia. Wahyu Khusus: Supaya manusia menerima keselamatan dari Allah. Allah berinkarnasi menjadi manusia melalui Yesus Kristus dan Alkitab Menurut konsep Yahudi tidak ada perbedaan nilai antara duniawi & rohani, semuanya ada dalam wilayah Tuhan. Itu sebabnya orang Yahudi percaya bahwa "seluruh hidup adalah suci"
Fokus utama dalam pendidikan Yahudi adalah Allah (Habakuk. 2:10 kegagalan campur tangan Allah: kegagalan bangsa). Bagi anak Yahudi tidak ada buku lain yang memiliki keharusan untuk dipelajari selain Alkitab (Torah) untuk menjadi pegangan & pelajaran tentang Allah dan karyaNya. Kemudian di integrasikan dalam kehidupan sehari-hari

4.      Pengajar-pengajar Agama dalam PL

Tuhanlah pengajar yang utama (Hosea 11:1,3,4). Hal utama yang menyoroti pikiran dan perilaku agama Yahudi tidak lain dan tidak bukan Allah yang memprakarsai, Allah yang berjalan didepan mereka, Allah yang memperlengkapi mereka dengan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk melaksanakan isi panggilanNya. Allah mempercayakan kesempatan mengajar itu kepada empat golongan pemimpin pada umumnya dan kepada orang tua khususnya. Keempat golongan itu yakni: “Keluarga, para Nabi, para Imam, Penyair, dan kaum Bijaksana.”[18]

b.      Pendidikan Agama Dalam Perjanjian Baru

Pendidikan agama dalam PB tidak terlepas dari pendidikan agama dalam PL. Tema pokok pengajaran agama dalam PL dan PB adalah karya penyelamatan manusia oleh Allah. Dalam PB dinyatakan dalam pribadi Kristus, Tuhan dan Juruselamat.
Dalam Injil Matius 21:23 Yesus mengajar dan berkhotbah kemudian dalam Kisah para rasul 5:42 menceritakan bahwa rasul-rasul melanjutkan pengajaran dan memberitakan Injil tentang Yesus. “Rasul-rasul menggunakan tiga cara untuk menyebarluaskan Injil yakni berkhotbah, memberi kesaksian, dan mengajar”[19]. Pengajaran itu menerangkan, sedangkan berkhotbah ialah memberitahukan berita Injil dan meminta pertobatan serta penyerahan. Memberi kesaksian, berarti menceritakan tentang sesuatu yang pernah dilihat dan dialaminya.

1.      Metode Pengajaran Pendidikan Agama Dalam Perjanjian Baru

Tuhan Yesus menjadi sorotan utama dalam pemberitaan Perjanjian Baru. Hal ini dikarenakan pengajaran-Nya. Inti pengajara-Nya berpusatkan pada diri-Nya sendiri, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6). TuhanYesus membenarkan panggilan oleh para murid-Nya bahwa diri-Nya Guru, “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan” (Yohanes 13:13).
Selama pengajaran Tuhan Yesus di dunia, Ia memberi teladan dalam metode pengajaran-Nya untuk membangun kontak dengan pendengar-Nya. Metode-metode tersebut adalah:

a.      Metode Ceramah

Metode ceramah sering digunakan oleh Tuhan Yesus khususnya pada permulaan pekerjaanNya ketika Ia berbicara dihadapan orang banyak. CeramahNya terkadang disampaikan kepada orang banyak maupun kelompok kecil. Ada kalanya murid-murid saja yang hadir, ada kalanya campuran orang banyak, dan murid-muridNya.


b.      Metode Perumpamaan
Metode perumpamaan merupakan metode mengajar yang sering digunakan Tuhan Yesus Kristus dan hasilnya sangat efektif. Mengajar tanpa ilustrasi/perumpamaan ibarat rumah tanpa jendela. Karena dalam pengajaran seperti ini akan memunculkan perhatian, menjelaskan suatu prinsip/ajaran, seta menerapkan sebuah kebenaran.

c.       Metode Pertanyaan
Dengan menggunakan metode pertanyaan-pertanyaan, Tuhan Yesus tidak memiliki tujuan yaitu;
1.      Sebagai simulasi perhatian, “Kata orang siapakah Anak manusis itu?” (Matius 16:13)
2.      Mengungkapkan emosi, “Bagaimana kamu dapat mengucapkan hal-hal baik, sedangkan kamu sendiri jahat?” (Matius 12:34)
3.      Menguji, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” (Yohanes 21:15-17).

2.      Media Pengajaran Pendidikan Agama Dalam Perjanjian Baru

Media dapat diartikan sebagai perantara, penghubung; alat (sarana) komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, film, poster, dan spanduk; yang terletak diantara dua pihak (orang, golongan, dan sebagainya). Secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Pengertian umumnya adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi”[20].
Yesus Sang Guru Agung memberikan perhatian dalam mendidik murid-murid-Nya dan memerintahkan agar mereka mengajarkan apa yang telah diterimanya kepada orang-orang yang belum kepadaNya. Yesus memakai media dengan memerintahkan murid-murid-Nya untuk mengajar orang-orang. Puncak dari penggunaan media yang digunakan oleh Yesus adalah Dia mengunakan diri-Nya sendiri sebagai contoh yang sulit dilupakan dengan menjalani jalan salib yang penuh penderitaan, mati, bangkit pada hari yang ketiga, naikan ke sorga, dan memberikan Roh Kudus untuk menolong para murid-murid- Nya. Hal ini memampukan mereka untuk mengajar generasi-generasi berikutnya yang sangat konkret dengan pengalaman yang berkesan sampai dapat maraih hal-hal abstrak dari proses media yang menyentuh.


3.      Prinsip Pendidikan Agama Dalam Perjanjian Baru

Mengajar adalah tindakan intervensi Allah di mana Allah rindu agar setiap orang percaya mengalami proses pendidikan (Titus 2:11-12) yang kemudian diteruskan kepada orang lain (2 Timotius 2:2). Sehingga proses pengajaran terus terjadi dari generasi ke generasi.
1.      Mengajar adalah perintah Allah (Matius 28 : 16-20), “Ia mengutus mereka supaya menjadikan seluruh bangsa murid-Nya”[21]. Tuhan Yesus memerintahkan murid-murid-Nya untuk mengajarkan kepada setiap orang tentang apa yang Ia ajarkan kepada mereka.
2.      Tujuan mengajar/pendidikan (2 Tim 3: 16), guru Agama Kristen harus mengajar kebenaran yang berdasar pada firman Allah.
3.      Pendidikan harus diajarkan sejak dini (2 Tim 3:15; Markus 10:13-16), pengajaran Agama harus dimulai dari anak-anak supaya ia memiliki bekal dalam kehidupannya setelah dewasa sebagai orang dewasa Kristen.
4.      Pengajar-pengajar dituntut orang yang berkualitas (1 Kor 12:28), Allah menginginkan seorang guru memiliki integritas tinggi dalam pelayanan mengajarnya. Dengan demikian ia menjadi teladan kepada peserta didiknya sendiri.
     4.  Pengajar-pengajar dalam Perjanjian Baru
Pengajar dalam PB merupakan panggilan khusus kepada jemaat Tuhan (I Korintus 12:28). Tuhan Yesus merupakan pengajar utama dalam PB. Selain itu, tugas mengajar dilanjutkan oleh para Rasul, dan jemaat Tuhan yang terpanggil sebagai (Guru) pengajar.


C. PENTINGNYA PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia dan menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari peran agama amat penting bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Pendidikan Agama Kristen dimaksudkan untuk peningkatan potensi spritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman serta taat kepada Tuhan Yesus dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama Kristen. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan. Hal ini terlihat dalam Hakikat Pendidikan Agama Kristen (PAK) seperti yang tercantum dalam hasil Loka karya Strategi PAK di Indonesia tahun 1999 adalah: Usaha yang dilakukan secara terencana dan kontinu dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati kasih Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus yang dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungan hidupnya.

D. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PAK
Pendidikan pada umumnya diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.[22] Pendidikan Agama Kristen berkenaan dengan hal ini merupakan salah satu diantaranya yang khas serta usahanya disesuaikan dengan ajaran agama Kristen.  SISDIKNAS adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional di Indonesia[23]. Pendidikan ini berakarkan kebudayaan bangsa Indonesia dengan dasar filsafat negaranya Pancasila dan UUD 1945 serta bertujuan dengan cita-cita nasional. Karena pendidikan ini bercita-citakan nasional maka kurikulumnya ditentukan oleh pemerintah.
Dalam kurikulum terbaru yang dirilis pemerintah saat ini Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sekolah menjadi penyelenggara pendidikan yang berhak menentukan sendiri indikator bagi setiap kompetensi dasar dari semua mata pelajaran. Tapi akan lebih baik lagi jika sebelum tema tersebut dipelajari, peserta didik dikenalkan kepada tema lain yang lebih mendasar dan mendalam, yaitu Sang Pencipta. Dengan demikian, mereka akan memahami keberadaan dirinya di alam semesta dan dilatih untuk memuliakan Tuhan dalam kesehariannya.
Dengan mempelajari tema dasar ini, peserta didik akan dibawa ke satu ruangan belajar yang lebih besar daripada ruang kelas. Seluruh alam adalah ruang kelas. Karena keterangan dan kisah tentang penciptaan ada di kitab suci, maka kitab suci haruslah memiliki porsi terbanyak dan terutama.
Pertumbuhan iman anak yang signifikan kepada Tuhan Yesus merupakan dambaan setiap   orang tua dalam kehidupannya sehingga banyak usaha yang ditempuh untuk membentuk dan membangun iman tersebut. Dalam kehidupan  masyarakat sekarang, salah satu kesempatan untuk membina dan membangun kepribadian yang bertumbuh dalam iman adalah lembaga keagamaan. Di lingkungan sekolah di Indonesia, terutama di lembaga pendidikan formal, ada mata pelajaran yang memungkinkan setiap orang untuk memperoleh pengetahuan tentang pembinaan dan pembangunan iman dan pertumbuhannya. Mata pelajaran tersebut adalah mata pelajaran Pendidikan Agama.
Pendidikan agama Kristen hendaknya tidak hanya mengisi ruang-ruang imajinasi dan intelektual peserta didik, mengasah kepekaan sosialnya, ataupun memperkenalkan mereka pada aspek kecerdasan emosi, tapi lebih kepada mempersiapkan mereka untuk mengenal Tuhan dan sesama untuk pencapaian yang lebih besar bagi kekekalan.

1.      Landasan Alkitab Pembelajaran PAK

Landasan pembelajaran PAK merupakan acuan atau dasar pijakan, titik tumpu atau titik tolak dalam pencapaian tujuan pendidikan agama Kristen. Pendidikan agama Kristen yang diselenggarakan dengan suatu landasan yang kokoh, maka prakteknya akan mantap, artinya jelas dan tepat tujuannya, tepat pilihan isi kurikulumnya, efisien dan efektif cara-cara pendidikan yang dipilihnya, dst. Dengan demikian landasan yang kokoh setidaknya kesalahan-kesalahan konseptual yang dapat merugikan akan dapat dihindarkan sehingga praktek PAK diharapkan sesuai dengan fungsi dan sifatnya, serta dapat dipertanggungjawabkan.

a.      Kitab Ulangan 6:4-9

Dalam tradisi orang Israel “Shema” atau perintah Tuhan yang wajib dijalankan, karena hanya dengan pedoman itu umat tidak keluar dari pemeliharaan dan perlindungan Tuhan. Yang seutuhnya tersimpul dalam sebutan “Taurat”.
Ulangan 6:4-9 sering disebut sebagai syema, suatu panggilan bagi Israel untuk mendengar firman Tuhan, “dengarlah..”.
“Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.”(Ulangan 6:6-9)

Melalui Syema Israel diajar untuk memilih persekutuan yang intim dengan Tuhan sebagai prioritas utama. Seluruh aspek kehidupan Israel didasari oleh hubungan cintanya dengan Tuhan. Di dalam cinta ini terkandung komitmen dan kesetiaan yang menyeluruh dan total. Syema ini, pertama, harus tertanam dalam hati orang Israel (ayat 6); kedua, harus tertanam dalam hati anak-anak Israel (ayat 7);  ketiga, harus menjadi bagian hidup sehari-hari mereka (ayat 7); keempat, harus menjadi identitas pribadi mereka (ayat 8); dan kelima, menjadi identitas keluarga serta masyarakat Israel (ayat 9). Tidak ada satu bagian pun dalam kehidupan orang Israel yang terlepas dari relasi mereka yang penuh kasih kepada Tuhan.[24]

b.      Injil Matius 28:20

Umat Kristen adalah umat Perjanjian Baru. Dengan latar belakang Perjanjian Lama mereka hidup dalam kemurnian perintah Tuhan Yesus. Pada saat Yesus mau meninggalkan murid-muridNya kembali ke sorga, Ia pesankan dengan jelas perintah ini: “Dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Matius 28:20).
Inti dari ajaran Tuhan Yesus adalah Hukum Kasih. Ini adalah rangkuman ringkas dari Taurat dan kitab Nabi-nabi;
1. Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap   jiwamu dan dengan segenap akal budimu.
2. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Matius 22:37,39)[25]


2.      Tujuan Pendidikan Agama Kristen

”Thomas M. Groome dalam bukunya yang berjudul ”Christian Religius Education” mengedepankan bahwa tujuan pendidikan Agama Kristen adalah agar manusia mengalami hidupnya sebagai respon terhadap kerajaan Allah di dalam Yesus Kristus ”[26] Di Indonesia dalam sisdiknas Pendidikan Agama Kristen tujuannya menumbuhkan dan mengembangkan iman serta kemampuan siswa untuk dapat memahami dan menghayati kasih Allah dalam Yesus Kristus yang dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari.
Secara teknis operasionalnya dapat dijabarkan dalam tujuan dan fungsinya sebagai berikut:
1. Tujuan
            a. Tujuan Umum
1. Memperkenalkan Tuhan, Bapa, Putera, dan Roh Kudus dan karya-karyaNya.
2. Menghasilkan manusia yang mampu menghayati imannya secara   bertanggungjawab di tengah masyarakat yang pluralistik.
b. Tujuan Khusus
Menanamkan pemahaman tentang Tuhan dan karyaNya kepada siswa, sehingga mampu memahami dan menghayati karya Tuhan dalam hidup manusia.
2. Fungsi
a. Memampukan anak didik memahami kasih dan karya Tuhan dalam hidupsehari-hari
b. Membantu anak didik dalam mentransformasikan nilai-nilai Kristiani dalam kehidupan sehari-hari.[27]

            Dalam satuan pendidikan tujuan Pendidikan Agama Kristen tersebut dijabarkan sebagai berikut:

1.      Sekolah Dasar (SD).

Siswa mengenal Allah beserta sifat-sifat-Nya yang maha kasih, sehingga mereka lebih mengasihi dan memuji Dia serta dapat menunjukkan kasih-Nya terhadap manusia dalam kehidupan sehari-hari. Ruang lingkupnya, mengenal kasih dan ketaatan kepada Tuhan di dalam Yesus Kristus serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

2.      Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
           
Siswa memahami dan menyadari tugas dan tanggungjawabnya sebagai murid-murid Tuhan Yesus Kristus dan menerapkannya dalam masyarakat. Ruang lingkupnya, mengerti kesetiaan Allah, kegagalan manusia dan penggenapan janji, rasa syukur, iman dan negara dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

3.      Sekolah Menengah Umum atau Sekolah Kejuruan.

 Siswa memperdalam pengetahuan tentang pokok-pokok ajaran iman Kristen serta penerapannya dalam konteks kehidupan pribadi, keluarga, gereja dan masyarakat disamping melatih kepekaan terhadap masalah-masalah etis atau moral masa kini. Ruang lingkupnya, pendalaman ajaran Kristen tentang Allah, manusia dam kehidupan Kristen sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab. Penerapannya dalam kehidupan pribadi, keluarga, gereja, masyarakat dan negara, juga pada masalah etis/moral masa kini.

4.      Hakikat Pendidikan Agama Kristen

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memahami hakikat dari pendidikan agama Kristen, misalnya dengan menyelidiki etimologi pendidikan, melihat berbagai defenisi, dan sebagainya. Drijarkara mengungkapkan bahwa pendidikan itu merupakan proses hominisasi dan humanisasi.”[28]
Hominisasi artinya penjadian manusia, istilah yang biasa dikenal adalah memanusiakan manusia. Ini tidak berarti sebelum dididik manusia bukan manusia, tetapi menunjuk kepada kenyataan bahwa manusia hanya bisa terdidik menjadi manusia, bila ada di tengah pergaulan manusia. Dapat juga proses ini disebut sebagai proses sosialisasi. Humanisasi menunjuk kepada perkembangan yang lebih tinggi, yakni kehidupan manusia dan masyarakat yang sempurna karena cocok dengan tuntutan dan cita-cita manusia. Ini disebut pula proses enkulturasi, atau permberdayaan. Jadi proses pendidikan jauh lebih luas dari sekedar pengajaran. “Ia menyangkut pembentukan manusia sebagai pribadi yang memiliki: personalitas, individualitas dan moralitas”[29] di samping pewarisan budaya atau transfer of culture.
Pendidikan dalam bahasa Inggris education. Kata education berasal dari bahasa latin: decure yang berarti membimbing (to lead,ditambah awalan “e” yang berarti keluar (out). Jadi arti dasar pendidikan adalah: suatu tindakan untuk membimbing keluar.
            Dalam kaitan dengan usaha memahami hakikat pendidikan, perlu dipahami beberapa defenisi yang sudah dirumuskan oleh beberapa ahli dibidang ini. Groome misalnya mengacu kepada Lawrence Cremin yang mendefenisikan pendidikan sebagai: usaha yang sadar, sistematis, berkesinambungan untuk mewariskan, membangkitkan atau memperoleh baik pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keterampilan-keterampilan, atau kepekaan, maupun hasil apapun dari usaha tersebut.
            Dari defenisi Cremin terdapat penekanan bahwa pendidikan sebagai suatu kegiatan sengaja, sistematis, dan berkesinambungan. Jadi, dalam pandangan ini pendidikan selalu mengasumsikan kesengajaan. Kemudian Cremin mengarahkan aktivitas pendidikan terhadap manusia seutuhnya yang mencakup pengetahuan, sikap, nilai-nilai, dan keterampilan atau kepekaan.
            Seorang tokoh pendidikan yang lain, A.N. Whitehead mendefenisikan pendidikan sebagai bimbingan kepada individu menuju pemahaman dari seni kehidupan. Seni kehidupan diartikan sebagai pencapaian yang paling lengkap dari berbagai aktivitas yang menyatakan potensi-potensi dari makhluk hidup berhadapan dengan lingkungan yang aktual.
            Kedua tokoh diatas memberi tekanan kepada pendekatan yang holistik terhadap manusia (manusia seutuhnya) yakni dengan mengartikan keseluruhan seni kehidupan. Atas dasar pemahaman terhadap arti pendidikan dari ketiga tokoh diatas maka dapat disebutkan elemen-elemen inti yang bisa menjelaskan hakikat PAK, yakni:
  1. Harus dikatakan bahwa PAK itu adalah suatu usaha pendidikan. Oleh karena itu, ia merupakan usaha yang sadar, sistematis, dan berkesinambungan, apa pun bentuknya. Ini tak berarti bahwa pendidikan hanya terbatas pada pendidikan yang formal baik di sekolah atau di dalam gereja, melainkan juga pendidikan yang dilakukan dengan pendekatan sosialisasi asalkan sosialisasi terbeut tidak disengaja.
  2. PAK juga nerupakan pendidikan yang khusus yakni dalam dimensi religius manusia. Ini berarti usaha tersebut dikhususkan pada bagaimana pencarian akan yang transenden serta pemberian ekspresi  dari seorang terhadap yang trasenden tadi dikembangkan, serta dimungkinkan tetap terjadi pada manusia masa kini. Artinya segala pendidikan yang dikhususkan pada dimensi religius manusia, apakah itu pencarian akan yang trasenden, kehendak-Nya, dan pemberlakuan kehendak-Nya dalam kehidupan konkrit.
  3. Secara khusus PAK menunjuk kepada persekutuan iman yang melakukan tugas pendidikan agamawi, yakni persekutuan iman Kristen. Karenanya pencarian manusia terhadap yang trasenden serta ekspresi dari hubungan itu diwarnai oleh ajaran Kristen sebagaimana dinyatakan kepada kita dalam Alkitab sebagai warisan usaha ini, tidak hanya untuk transmisi warisan Kristen tetapi bagaiman membentuk masa depan sesuai dengan visi Allah berdasarkan warisan masa lampau dan tindakan kreatif masa kini.
4.      Sebagai usaha pendidikan bagaimana pun juga mempunyai hakikat politis. Karena itu, PAK juga turut berpatisipasi dalam hakikat politis pendidikan secara umum. Artinya, dalam PAK tidak hanya ada intervensi dalam kehidupan individual seseorang di bidang kerohaniannya saja, tetapi juga memengaruhi cara dan sikap mereka ketika menjalani kehidupan dalam konteks masyarakat[30].

Dengan demikian Hakikat Pendidikan Agama Kristen merupakan usaha yang sadar, sistematis dan berkesinambungan untuk menolong pertumbuhan iman Kristen pada setiap anak didik sehingga mereka mampu merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari.

            4. Konsep dan Rencana Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen
           
Pekerjaan dengan jangka panjang membutuhkan perencanaan supaya tercapai tujuannya dengan maksimal. Wujud dan tugas ini memaksa seorang pendidik membuang waktu, pikiran dan tenaga untuk menyediakan rancangan pekerjaan itu. Keadaan masyarakat sekarang berbeda dengan keadaan dua tahun yang lalu. Perencanaan pembelajaran tentunya disesuaikan dalam kondisi seperti ini. Guru tidak bisa dan tidak boleh meneruskan konsep dan rencana pembelajaran dari dulu saja, tetapi harus menyesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dan budaya saat ini. Di Indonesia hal ini masih sedang diusahakan, diatur, dan berada dalam proses perkembangan.
            Tujuan pembelajaran merupakan muara yang menjadi arah kegiatan pembelajaran dan menjadi tolak ukur yang utama dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Hal ini sangat membantu guru dalam merencanakan atau mempersiapkan bahan pengajaran serta mengetahui arah kegiatan belajar. Perubahan yang tercapai dalam diri peserta didik baik dari segi pengetahuan, pemahaman, keterampilan, maupun karakter merupakan sasaran atau target perubahan yang harus dicapai oleh seorang guru.
            “John M. Nainggolan membagi empat tujuan pembelajaran PAK”[31] dalam bukunya “Menjadi Guru Agama Kristen” yakni;

1. Mengajarkan Firman Tuhan

Guru PAK senantiasa mengajarkan firman Allah agar siswa memiliki patokan dalam realita kehidupannya yang akhirnya mengalami perubahan dari hari ke hari, karena firman Allah bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, dan mendidik orang dalam kebenaran (II Timotius  3:16)         

2. Membawa perjumpaan dengan Kristus

Perjumpaan pribadi dengan Kristus menyebabkan suatu hubungan berubah antara manusia dengan Allah, dan antar sesamanya serta menghasilkan cara hidup yang benar. Guru berperan dalam membantu peserta didik untuk mengalami perjumpaan pribadi dengan Kristus. Apabila siswa mengalami perjumpaan dengan Yesus akan memiliki sikap mengasihi Allah dan diwujudkan melalui tutur kata, perilaku, pola pikir, dan gaya hidup yang benar dan hidup dalam iman serta ketaatan-Nya kepada Tuhan

3. Memiliki Kemampuan dan keterampilan melalui 4 (empat) prinsip utama dalam    PAK:

1. Learning to know
Learning to know berhubungan dengan kempampuan kognitif peserta didik. Kognitif peserta didik harus dirangsang untuk mampu berpikir, menganalisa, dan menginterpretasikan. Kaitannya dengan PAK, pendidik bertugas untuk membuat bahan pembelajaran dari Alkitab yang bisa merangsang kemampuan peserta didik yang akhirnya bisa menginterpretasikan dalam kehidupannya. Peserta didik dimampukan untuk mengetahui segala sesuatu tentang dirinya sendiri, dunianya, sesama, lingkungannya, dan pengetahuan akan Allah serta segala firman-Nya.

2. Learning to do
Pengetahuan peserta didik yang telah diperolehnya dalam proses belajar diarahkan untuk mengaplikasikannya. Mereka harus belajar untuk melakukan firman Tuhan. Dengan demikian peserta didik dapat menjadi garam bagi dunia sebagai orang beriman.

3. Learning to be
Learning to be menekankan pada pengembangan potensi kepribadiannya. Peserta didik diarahkan untuk memiliki integritas hidup ditengah masyarakat. Sebagi murid Kristus, peserta didik diharapkan mampu hidup seperti karakter Tuhan Yesus.

4. Learning to life together
            Peserta didik adalah makhluk individu yang hidup ditengah makhluk sosial. Berhubung karena hidup ditengah makhluk sosial peserta didik membutuhkan orang lain. Orang lain merupakan objek pengaplikasian kasih Allah dalam kehidupan sehari-hari. Dalam makhluk sosial inilah siswa mengaktualisasikan dirinya karena disitu tempat ia bertumbuh, berkembang, bahagia, tabah, dan lain sebagainya.

5. Pembentukan Spiritualitas
Seorang siswa yang memiliki spiritualitas yang bagus maka ia ampu memahami makna keberadaannya dan bagaimana ia berperan menjadi berkat bagi bagi orang lain serta memuliakan Allah.
           
Dalam pelaksanaan rancangan pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Kebutuhan pribadi peserta didik yang dimaksudkan penulis ialah usianya, sosialnya, serta budayanya. Hal ini harus diperhatikan oleh guru didalam merancangkan bahan pembelajaran sebelum pelaksanaan pembelajaran dalam kelas. Dalam tugas perancangan pembelajaran PAK maka yang harus diperhatikan adalah; 

1. Batas umur

Pengajaran agama di sekolah harus diatur menurut batas umur seperti halnya PAK untuk SD (usia 6-11 tahun), PAK untuk SLTP (12-14 tahun), PAK untuk SMA/SMK (15-18 tahun). Setiap golongan umur diatas memiliki respon iman yang berbeda. Secara spiritual usia anak SD  siap menerima pengajaran tentang keselamatan karena mereka mempunyai belas kasih yang lembut dan ingin mengungkapkannya secara nyata. Guru bisa menggunakan kesempatan ini untuk mengarahkan mereka untuk membangun hubungan antar pribadi dalam kelompok. Karena dalam usia SD suka kegiatan kelompok. Sedangkan SLTP berbeda. Perbedaan secara alamiah yang berusia belasan tahun akan mempengaruhi kondisi rohani dan pengetahuannya. Kelompok usia ini sudah bisa membedakan benar dan salah. Jadi tugas guru ialah mempertajam pengetahuan mereka akan hal ini karena peserta didik memiliki hasrat untuk diterima, dan menjadi sensitif dengan suara hati.
Pada usia SMA/SMK mereka sudah mulai memperhatikan perkara rohani, ingin bertanya mengapa dan bagaimana. Karena sangat idealis, mereka menuntut bukti sungguh-sungguh dalam mempelajari agama Kristen. Keinginan mereka yang murni terhadap ajaran agama dan kepemimpinan rohani menunjukkan pentingnya agama Kristen. Di sini guru menunjukkan tanggung jawab rohani yaitu mereka menerima Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat pribadi mereka. Mereka harus didorong menggunakan kemampuan untuk belajar Alkitab secara mandiri. Membantu mereka mengembangkan prinsip hidup yang Alkitabiah dan kebiasaan-kebiasaan saleh supaya mereka dapat memberikan teladan hidup bagi sesama.

2. Pembagian waktu pelajaran
           
Dalam penyajian setiap pelajaran agama, guru harus memperhatikan waktu. Waktu yang digunakan mulai dari awal sampai akhir pelajaran harus benar-benar dimanfaatkan untuk mentransfer pendidikan agama Kristen kepada peserta didik. Guru harus mampu membagi waktu dalam mengajar PAK mulai dari awal mata pelajaran, pertengahan, dan sampai akhir mata pelajaran.

3. Tempat atau kelas

Tempat sangat menentukan terjadinya proses pengajaran dalam kelas. Di sekolah harus ada ruang kelas khusus untuk setiap penyajian pendidikan agama Kristen. Karena dengan adanya kelas khusus akan lebih memfokuskan peserta didik untuk menerima pengajaran dengan baik.

4. Rencana bahan pelajaran dan silabus
           
Selama belum diterbitkan cukup bahan rencana untuk segala macam PAK, guru harus merancangkan sendiri untuk 52 minggu bersama ahli atau guru-guru PAK di sekolah-sekolah lain. Persediaan itu memang menuntut perancangan yang teliti mengenai pokok-pokoknya, bagian-bagian Alkitab yang perlu diuraikan, nas-nas yang harus dihafal, nyanyian-nyanyian yang harus dipelajari, dan lain sebagainya.
                         
Dalam rencana bahan pengajaran PAK, guru dituntut memiliki dan mampu mengembangkan pemahaman komprehensif. Di samping itu menguasai materi, seorang guru harus merumuskan, “Apakah tujuan belajar yang akan dicapai peserta didik saya? Pengalaman belajar apakah yang saya harapkan dapat dilakukan dan diperoleh oleh peserta didik dari bahan pengajaran yang saya sampaikan? Perubahan apakah, baik secara kognitif, afektif, maupun spiritual, yang saya harapkan dapat terjadi dalam diri peserta didik setelah mengikuti kegiatan diskusi, Tanya jawab, kerja kelompok, atau ceramah?”
Selain itu guru juga harus mempertimbangkan faktor manfaat dari bahan pengajaran yang akan dipelajari peserta didik. Di sini guru harus dapat membaca manfaat bahan pengajaran, baik dalam tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Dalam dirinya, guru harus selalu bertanya, “untuk apa bahan pengajaran itu disampaikan kepada peserta didik? Sejauh manakah topik bahasan itu berguna bagi mereka”.
            Dalam konteks sekolah guru juga harus mampu merumuskan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). “Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompentensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indicator, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar”[32]. “Sedangkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) merupakan penjabaran dari silabus yang telah disusun pada langkah pesiapan sebelumnya”[33].    

5.      Metode Pengajaran Pendidikan Agama Kristen

Dalam Pendidikan Agama Kristen, “Metode adalah suatu pelayanan, suatu pekerjaan yang aktif, yang dilakukan bagi firman Tuhan dan bagi sesama manusia, supaya kedua pihak itu bertemu satu sama lain.”[34] Jika dipandang dari sudut Teologi metode bukanlah merupakan syarat terpenting dalam pemberitaan Injil, karena keselamatan adalah kasih karunia Allah semata-mata. Roh kudus yang melahirkan seseorang percaya. Sekalipun demikian seorang pengajar membutuhkan metode sehingga peserta didik yang diajar mengerti dan memahami apa isi materi yang disampaikan.
Metode dalam mengajar pendidikan agama Kristen banyak. Namun, penyusun menyederhanakan metode tersebut sehingga terlihat spesifik. Penggunaannya yang sering membuat metode itu spesifik dalam mengajar PAK. Metode-metode itu ialah: metode ceramah, metode menghafal, metode dialog, metode penyelidikan, dan metode audio visual.
            Dengan beberapa metode diatas, guru harus memperhatikan metode apa yang digunakan dalam setiap pokok bahasan pengajaran. Penggunaan metode yang tepat akan memaksimalkan pencapaian tujuan pembelajaran.


E. STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR PAK

Penerapan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di bidang Pendidikan Agama Kristen (PAK), sangat tepat dalam rangka mewujudkan model PAK yang bertujuan mencapai transformasi nilai-nilai kristiani dalam kehidupan peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar memberikan ruang yang sama kepada setiap peserta didik dengan keunikan yang berbeda untuk mengembangkan pemahaman iman kristiani sesuai dengan pemahaman, tingkat kemampuan serta daya kreativitas masing-masing.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Kristen bukanlah “standar moral” Kristen yang ditetapkan untuk mengikat peserta didik, melainkan dampingan dan bimbingan bagi peserta didik dalam melakukan perjumpaan dengan Tuhan Allah untuk mengekspresikan hasil perjumpaan itu dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik belajar memahami, mengenal dan bergaul dengan Tuhan Allah secara akrab karena seungguhnya Tuhan Allah itu ada dan selalu ada dan berkarya dalam hidup mereka. Dia adalah Sahabat dalam Kehidupan anak-anak.
Pada dasarnya PAK dimaksudkan untuk menyampaikan kabar baik (euangelion: injil), yang disajikan dalam dua aspek, aspek Allah Tritunggal (Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus) dan karya-Nya, dan aspek nilai-nilai kekeristenan. Secara holistik, pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PAK pada Pendidikan Dasar dan Menengah mengacu pada dogma Allah Tritunggal dan karya-Nya. Pemahaman terhadap Allah Tritunggal dan karya-Nya harus tampak dalam nilai-nilai kristiani yang dapat dilihat dalam kehidupan keseharian peserta didik. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka rumusan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PAK di sekolah dibatasi hanya pada aspek yang secara substansial mampu mendorong terjadinya transformasi dalam kehidupan peserta didik, terutama dalam pengayaan nilai-nilai iman kristiani. Dogma yang lebih spesifik dan mendalam diajarkan di dalam gereja.
Fokus Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar berpusat pada kehidupan manusia (life centered). Artinya, pembahasan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar didasarkan pada kehidupan manusia, dan iman Kristen berfungsi sebagai cahaya yang menerangi tiap sudut kehidupan manusia. Pembahasan materi sebagai wahana untuk mencapai kompetensi, dimulai dari lingkup yang paling kecil, yaitu manusia sebagai ciptaan Allah, selanjutnya keluarga, teman, lingkungan di sekitar peserta didik, setelah itu barulah dunia secara keseluruhan dengan berbagai dinamikanya.
           


























BAB TIGA

MENGENAL INJIL MATIUS


1. MENGENAL INJIL MATIUS
Injil Matius adalah salah satu Injil sinoptis. Secara tradisi dicetak dalam urutan dengan Matius terlebih dulu, disusul dengan Markus, Lukas dan Yohanes. Peristiwa-peristiwa dalam hidup Tuhan Yesus menjadi sorotan keempat Injil sinoptis. “Rasul Matius mengangkat pengajaran Tuhan Yesus tentang etika”[35]. Di mana Yesus sebagai Guru Agung yang memprolamirkan hukum baru bagi bangsa Israel, sama seperti Musa mengucapkan hukum Allah yang diberikan kepadanya di Gunung Sinai.
Kitab Matius mengangkat Kabar Baik bahwa Yesus adalah Mesias, Raja Penyelamat yang dijanjikan oleh Tuhan bagi umat Israel. Hal inilah yang akan menjadi kesaksian bagi semua bangsa. Kabar Baik itu bukanlah hanya untuk bangsa Yahudi saja melainkan untuk seluruh dunia, sekalipun Yesus lahir dari orang Yahudi dan hidup sebagai orang Yahudi. Jadi, keselamatan untuk semua bangsa.
1.1. Penulis Injil Matius
Matius (Mathew), “(Ibrani standar : מתי, artinya “gift of Jehovah, Hadiah dari TUHAN”, bahasa Yunani : Ματθαίος, Matthaios)”[36]. Dikatakan hadiah dari Tuhan karena dipilih sendiri oleh Tuhan Yesus. Lewi salah satu pemungut cukai di Kapernaum yang dikenal banyak orang karena profesinya itu. Kota Kapernaum merupakan daerah kekuasaan Herodes Antipas. Jadi Lewi ini bekerja kepada Herodes Antipas dan biasanya mereka berada di dalam dan diluar kota untuk memungut bea cukai. Jadi, “Barang-barang yang dibawa dari kuasa Filipus (dari sebelah timur laut Danau Galilea) ke dalam wilayah kuasa Herodes Antipas dan sebaliknya, dikenai bea cukai.”[37]  Sehingga ketika Tuhan Yesus melintasi daerah Galilea menuju kota Kapernaum, mereka membayar pajak dan Dia bertemu dengan Lewi pemungut cukai. Ketika Yesus dan murid-murid-Nya meninggalkan kota Galilea menuju kota Kapernaum, Dia melihat  Matius (Lewi).   Dan disitulah Yesus memanggil dan memilihnya sebagai salah seorang dari ke dua belas murid-Nya yaitu Matius (hadiah dari Tuhan).
 Menurut tradisi Rasul Matiuslah yang menulis Injil Matius, seperti yang diungkapkan oleh Ireneus (tahun 325), “Matius telah menyusun  ajaran Tuhan dalam bahasa Aram yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani oleh masing-masing orang semampu mereka”, dan Eusebius (tahun 225), “Matius juga menulis sebuah Injil bagi orang Ibrani dalam bahasa daerah mereka, sedang Petrus dan Paulus menginjil di Roma dan meletakkan dasar bagi gereja”. Dia dipercayai sebagai penulis Injil Matius, anak Alfeus, dan seorang pengumpul pajak di Kapernaum.
Jadi, berdasarkan keterangan diatas maka penyusun mengambil kesimpulan bahwa Rasul Matiuslah yang menulis kitab Injil Matius.

1.2. Waktu dan Tempat Penulisan Kitab Injil Matius

“Rasul Matius menulis Injil Matius sekitar 75-90 M”[38]. Hal ini terjadi setelah pembakaran kota Yerusalem pada tahun 70 M oleh orang Romawi. Di mana pada saat itu tamu-tamu undangan raja tidak hadir dalam pesta sehingga dia murka dengan menyuruh pasukannya untuk membakar kota mereka (Matius 22:7).  Tempat penulisannya ialah di Antiokhia. Ini kuatkan keterangan bahwa gereja di Antiokhia adalah gereja pertama yang mempunyai anggota jemaat Siria Yahudi yang berbicara dalam bahasa Aram maupun Yunani.

1.3. Maksud dan Tujuan Injil Matius

               Injil Matius dialamatkan untuk bangsa Yahudi namun menurut sekelompok ahli Injil ini untuk non Yahudi yang percaya kepada Yesus. Penulis dalam hal ini Matius ingin meyakinkan dan dengan penuh hormat bahwa Yesuslah Mesias yang sudah dijanjikan oleh Allah di dalam Perjanjian Lama. Di dalam Dia itu Kerajaan Allah telah datang, dan nanti akan berkembang sampai kepada kesudahannya. Barang siapa menerima Dia, ia akan menjadi anak Kerajaan Sorga terang dunia, yang kebenarannya melebihi kebenaran yang sudah-sudah.
               Matius menulis Injil ini dengan tujuan:
   (1) untuk memberikan kepada sidang pembacanya kisah seorang saksi mata mengenai    kehidupan Yesus,
   (2) untuk meyakinkan pembacanya bahwa Yesus adalah Anak Allah dan Mesias yang dinubuatkan oleh nabi PL, yang sudah lama dinantikan, dan 
   (3) untuk menunjukkan bahwa Kerajaan Allah dinyatakan di dalam dan melalui Yesus Kristus dalam cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Matius ingin sekali agar pembacanya memahami bahwa
   (1) hampir semua orang Israel menolak Yesus dan kerajaan-Nya. Mereka tidak mau percaya karena Ia datang sebagai Mesias yang  rohani dan bukan sebagai Mesias yang politis.
   (2) Hanya pada akhir zaman Yesus akan datang dalam kemuliaan-Nya sebagai Raja segala raja untuk menghakimi dan memerintah semua bangsa.

1.4. Survei
Matius memperkenalkan Yesus sebagai penggenapan pengharapan Israel yang dinubuatkan. Yesus menggenapi nubuat PL dalam kelahiran-Nya (Matius 1:22-23), tempat lahir (Matius 2:5-6), peristiwa kembali dari Mesir (Matius 2:15) dan tinggal di Nazaret (Matius 2:23); Ia juga diperkenalkan sebagai Oknum yang didahului oleh perintis jalan Sang Mesias (Matius 3:1-3); dalam hubungan dengan lokasi utama dari pelayanan-Nya di depan umum (Matius 4:14-16), pelayanan penyembuhan-Nya (Matius 8:17), peranan-Nya selaku hamba Allah (Matius 12:17-21), ajaran-Nya dalam bentuk perumpamaan (Matius 13:34-35), peristiwa memasuki Yerusalem dengan jaya (Matius 21:4-5) dan penangkapan-Nya (Matius 26:56). Pasal 5-25 (Matius 5:1--25:46) mencatat lima ajaran utama yang disampaikan oleh Yesus dan lima kisahan utama mengenai perbuatan-Nya yang besar sebagai Mesias.

1.5. Ciri-ciri khas
           
               Tujuh ciri utama menandai Injil ini:
(1) Kitab ini merupakan Injil yang mencolok sifat ke-Yahudiannya.
(2) Ajaran dan pelayanan Yesus di bidang penyembuhan dan pelepasan  disajikan secara paling teratur. Karena hal ini, maka pada abad kedua gereja sudah mempergunakan Injil ini untuk membina orang yang baru bertobat.
(3) Kelima ajaran utama berisi materi yang terluas di dalam keempat Injil yang   mencatat pengajaran Yesus:
                (a) selama pelayanan-Nya di Galilea dan
                (b) mengenai hal-hal terakhir (Eskatologi).
(4) Injil ini secara khusus menyebutkan peristiwa dalam kehidupan Yesus sebagai penggenapan PL jauh lebih banyak daripada kitab lain di PB.
(5) Kerajaan Sorga\Kerajaan Allah disebutkan dua kali lebih banyak daripada kitab lain di PB.
(6) Matius menekankan:       
               (a) standar-standar kebenaran dari Kerajaan Allah (pasal 5-7; Matius 5:1; 7:29);
(b) kuasa kerajaan itu atas dosa, penyakit, setan-setan, dan bahkan kematian; dan
 (c) kejayaan kerajaan itu di masa depan dalam kemenangan yang mutlak pada akhir zaman.
(7) Hanya Injil ini yang menyebutkan atau menubuatkan gereja sebagai suatu
    wadah yang menjadi milik Yesus di kemudian hari (Matius 16:18; 18:17)
 
 
 



[1] Jance Belandina Non – Serrano, Profesionalisme Guru dan Bingkai Materi, (Bandung: Bina Media Informasi, 200), hlm 39
[2] Ahmad Rohani, Pengolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm 4
[3] _______, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), hlm 974
[4] Ibid.
[5]  Ibid.
[6]Op.Cit. hlm 1216
[7] ______, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 1, (Jakarta: Yayasan Bina Kasih/OMF, 2007), hlm 32
[8] Ibid.
[9] ______, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 2, (Jakarta:Yayasan Bina Kasih/OMF, 2007), hlm. 589
[10] Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984), hlm 24
[11] E.G. Homrighausen dan I.H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK gunung Mulia, 1985), hlm180-181
[12] Depdiknas, Standar Kompetensi Guru, (Jakarta, 2003)
[13] Lidya Yulianti, Profesionalisme, Standar Kompetensi, dan Pengembangan Profesi Guru PAK, (Bandung: Bina Media Informasi, 2009) hlm 39-47
[14] Uyoh Sadulloh, dkk., Pedagogik (Ilmu Mendidik), (Bandung: ALFABETA, 2010), hlm 2
[15] Marjoric Stewart, Pelayanan mengajar, (Malang: Gandum Mas, t.th.), hlm. 32
[16] Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), hlm 167
[17] ______, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II, (Jakarta: Yayasan Bina  Kasih/OMF, 2007), hlm 234


[18] Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990 ), hlm 201
[19] Marjore Stewart, Pelayanan Mengajar, (Malang: Gandum Mas, 1979)  hlm. 51
[20] Hari Setiawan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya Gemilang Utama, 2004), hlm 38

[21] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari Pasal 1-10, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), )hlm. 599
[22] _____, Strategi, Model, dan Evaluasi Pembelajaran Kurikulum 2006, (Tanpa Ket.)
[23] Soeparwata Wiradmaadja, Diktat Pendidikan Agama Kristen Dalam Sisdiknas STTBI, (Tanpa Ket.)
[24] ­­­­­­­­________, Alkitab Penuntun, (Malang: Gandum Mas, 1994), hlm 285
[25] Op. Cit. hlm 1571
[26] Pdt.Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: Ditjen Bimas Kristen Protestan dan Universitas Terbuka, 1992), hlm 27
[27] _______, Kurikulum 2004 Departemen Pendidikan Nasional 2004 (Tanpa Ket.)
[28] Drijarkara, SJ. “Fenomen Pendidikan (III)”/ BASIS XIX-3-Desember 1969, (Yogyakarta:Yayasan BP Basis), hlm 81
[29] MJ. Langeveld, Paedagogik Teoritis-Sistematis, (tanpa ket.) hlm 76-81
[30] Pdt. Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen, (Jawa Barat: Anggota IKAPI, 2007), hlm 25
[31] John M. Nainggolan, Menjadi Guru Agama Kristen, (Bandung:Generasi Info Media, 2007), hlm 12
[32] Bambang Suhendro, Panduan Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta: t.n.p, 2006),  hlm 14
[33] B.S. Sidjabat, Mengajar Secara Profesional, (Bandung : Yayasan Kalam Hidup, 1993), hlm 217
[34] E.G. Homrighausen  & I.H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1984 ) t.n.h
[35] ­­ ______, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II (M-Z), (Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1992), hlm 38
[36] T. Alton Bryant, The New Compact Bible Dictionary, (Michigan : Zondervan Publishing House, 1967), p 350
[37] Stefan Leks, Tafsir Injil Matius, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm 199
[38] B.F. Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar,  (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), hlm 176